MARI ~~

1 November 2016

Cerita Seks - Selingkuh Dengan Ayah Tiri Sendiri

Jika kini sudah kuungkapkan kisah asmaraku, itu ini berarti aku sudah tidak bisa lagi menyimpan rahasia ini sendiri. Aku tahu, aku sudah bermain api karena sudah berselingkuh dengan ayah tiriku. namun aku benar-benar sudah tenggelam dalam pesona permainan seks ayah tiriku.
Semuanya berawal saat aku kehilangan ayah kandungku pada usia ke-18. Saat itu, roda finansial keluarga kami tidak terguncang, karena ibuku pandai mencari uang. Semasa ayah masih hidup, Ibu memang sudah menopang ekonomi keluarga dengan bisnis kateringnya. Oleh sebab itu, sepeninggal Ayah, Ibu pun tidak berpikiran untuk mencari penggantinya, karena terlalu sibuk mengurusku dan juga kedua adik laki-lakiku.
Dua tahun setelah kematian Ayah, tiba-tiba saja kami dikejutkan oleh perkataan Ibu yang mohon restu untuk menikah lagi dengan Pak Salim, 45 tahun. Kami memang sudah mengenalnya, karena dia sering bertamu ke rumah kami. Tetapi kami berpikir Pak Salim hanyalah seorang teman baik Ibu. Karena Pak Salim bertamu ke rumah kami seperti tamu-tamu lain. Lebih-lebih Ibu juga bersikap biasa saja. Ibu tidak menunjukkan kondisi sedang jatuh cinta.
Kami semua merestui Ibu untuk menikah lagi. Pertama, karena usia Ibu tergolong muda baru 38 tahun untuk mengarungi hidup sendirian. Kedua, karena kami mengetahui bahwa Pak Salim juga berstatus duda tanpa anak. Pak Salim ialah pria yang matang, penyayang, dan juga bertanggung jawab. Aku dan juga kedua adikku cukup dekat dengannya.
Masuknya Pak Salim sebagai anggota keluarga baru kami memang membawa warna lain pada kehidupan keluarga kami. Aku pribadi senang dengan adanya sosok seorang ayah pengganti. Terus terang saja sebagai anak perempuan satu-satunya aku haus oleh perhatian dan juga kasih sayang seorang ayah. Apalagi pada usia 20 tahunan aku ingin ada seseorang yang menuntunku dalam masalah cinta dan juga berhubungan dengan pria. Aku berharap bisa menimba ilmu dari ayah tiriku ini.
Kedekatanku dengan ayah tiriku pun membuat Ibu bangga. Beliau sangat senang melihat kami semua begitu akrab dengan suami barunya. Bahkan, bisa dikatakan aku bersikap sedikit manja kepadanya. Setiap kali pulang kuliah , aku pasti langsung mencari ayah tiriku untuk menceritakan pengalaman di kampusku. Beliau dengan sabar mendengar ceritaku, dna juga dengan bijak menasihatiku jika ada hal yang dianggapnya tidak ‘sesuai’.
Kadang-kadang atas izin Ibu, aku mengajak ayah tiriku jalan ke mall. Setelah menyantap hidangan fast food kami mampir nongkrong di toko buku. Aku mempunyai hobi untuk membaca buku filsafat dan juga psikologi, sama seperti beliau.
Tanpa kusadari, aku semakin dekat dan akrab dengan ayah tiriku, aku semakin cuek saja dan juga tidak malu lagi misalnya keluar dari kamar mandi dan cuma memakai handuk mandi sebagai penutup tubuhku di hadapan ayahku. Dan juga kadangkala ayahku pula yang menggendongku ke tempat tidurku apabila aku kedapatan ketiduran di ruang tamu karena ketiduran akibat mataku yang kelelahan karena membaca buku ataupun menonton telivisi.
Lama-kelamaan aku pun semakin mengagumi sifat kedewasaan ayah tiriku, dan juga ada rasa perasaan tertentu yang tidak dapat kuterjemahkan, entahlah itu perasaan cinta atau bukan? Mungkin itulah alasannya mengapa aku selalu menolak setiap pernyataan cinta yang dilontarkan oleh teman priaku. Terus terang saja aku tidak tertarik dengan teman pria sebayaku yang cenderung manja dan juga kekanak-kanakan. Sebaliknya aku mengagumi pria yang dewasa dan juga matang. Rasanya aku sudah betah berada disisi mereka untuk mendengar cerita atau pun nasehatnya, dan juga itu semuanya kudapatkan dari ayah tiriku ini.
Ternyata gejala ini dirasakan dan juga ditangkap oleh ayah tiriku. Jika sebelum pergi ke suatu tempat, aku biasa mencium pipi Ibu dan juga Ayah tiriku. Sekarang jika ibu tidak ada, Ayah akan membalas menciumku. Semula aku kaget dan juga ada sedikit perasaan malu, bukan mengapa karena ini adalah ciuman pertama dari seorang laki padaku dan juga sekaligus adalah ayahku. Bahkan pernah suatu saat aku terperangah saat ayah tidak cuma membalas mencium pipiku, melainkan juga mencium bibirku. Melihat wajahku memerah, karena aku tidak pernah pacaran, Ayah cuma tersenyum simpul.
Kejadian serupa terus berulang saat ibuku berada di dapur dan juga kebetulan aku berpamitan ke kampus. Dan juga aku pun mulai terbiasa dengan cara ‘pamitan’ baru ayah tiriku. Semakin lama kami semakin berani melakukannya lebih lama, kami pernah melakukannya beberapa menit dengan panasnya. Kalau tidak mengingat Ibu yang berada di dapur yang kapan-kapan bisa memergoki, mungkin ayahku tidak bakal melepaskanku dari pagutannya.
Beberapa saat berselang, suatu ketika Ibu akan menjenguk keponakannya yang dirawat di rumah sakit Bogor. Kebetulan kedua adikku sudah memasuki masa liburan sekolah dan juga keduanya mengantar dan juga menemani ibu selama di Bogor. Alhasil cuma aku dan juga Ayah tiriku yang berada di rumah sekarang ini. Sadar tidak ada orang, sebenarnya hatiku berdegup kencang saat sadar pada saat yang tidak terduga tinggal berdua saja dengan Ayah tiriku yang sangat kukagumi.
Pada saat aku pulang kuliah menjelang sore, beliau menungguku di teras rumah dan juga terlihat kegembirannya yang tercetak di matanya saat menyambut kepulanganku.
“Pulangnya kok malam, Ina?” tanya ayah.
Aku menjawab dengan santai, “Tadi jalan-jalan dulu dengan teman, Yah. “
Senyumnya mendadak sedikit hilang saat kuceritakan aku berjalan-jalan dengan teman cowok kampusku. Aku tertawa di dalam hati melihat sikap ayah tiriku yang terlihat sedikit menyimpan rasa cemburu.
Sesudah mandi seperti biasanya aku memakai handuk melalui ayah dan menuju ke arah kamarku.
“Ina, apa cowok yang menemani kamu itu pacar kamu?”, tanya ayah tiriku.
“Sebentar ayah, Ina mau berpakaian dulu, dan juga nanti akan Ina ceritakan ke Ayah”, jawabku tetap menuju ke arah kamarku, sepintas kulihat ayahku berdiri dari tempat duduknya. Aku menutup pintu dan juga mulai mengeringkan rambutku menggunakan kipas angin yang kunyalakan.
Tiba-tiba saja aku mendengar suara pintu kamarku terbuka dan juga kulihat ayah tiriku masuk menghampiriku. Karena aku masih terbalut handuk, aku cuek saja menerima kehadiran ayah tiriku meski hatiku terasa dag dig dug.
“Aduhhhh.., ayah nih kok penasaran amat sih, dibilang sebentar juga akan diceritain”, kataku menggoda sambil tetap mengeringkan rambutku yang masih basah.
“Ina, kamu serius berpacaran dengan cowo tadi?”, masih dengan rasa penasaran ayahku terus menanyaiku.
“Hmmmm.., Kalau ya kenapa.., kalau tidak juga kenapa?” tanyaku memancing ayah tiriku.
“Kamu bandel yahh, Ina.., main rahasia-rahasiaan” ucapnya tiba-tiba tangannya menggelitik pinggulku.
Aku kegelian sambil meronta-ronta kecil untuk melepaskan diri dari gelitikannya. Ayahku tetap menguber-uberku sambil menggelitik tubuhku, sampai akhirnya kita jatuh ke ranjang dan juga ayah tetap saja menggelitik badanku. Sampai akhirnya kita berdua cekakak-cekikikan dan juga akhirnya aku berteriak kecil meminta ampun supaya Ayah berhenti menggelitik. Begitu ayah menghentikan gelitikannya tubuhku lemas dan juga kami berdua ngos-ngosan karena kehabisan nafas. Ayah tiduran disampingku di ranjang sambil tetap memperhatikan wajahku. Aku mencoba menarik napas yang panjang sambil memejamkan mata untuk bisa menghilangkan rasa lemas yang kurasa.
Tiba-tiba aku merasakan ciuman lembut di bibirku, tetapi aku merasakan ciuman kali ini lebih terasa dan juga lebih rileks, mungkin karena Ibu tidak ada. Akupun membiarkan bibirku dilumat lembut, kali ini ciumannya membuatku terasa diawang-awang. Tanpa disadari tangan ayah yang tadi mengelus pinggulku, sudah melepas handuk penutup tubuhku. Aku pun baru sadar bahwa aku sudah tidak berpakaian. Sebelum aku berpikir banyak, ayahku memelukku kembali dengan eratnya sambil mengelus-elus rambutku yang panjang. Terus terang aku terlena dengan sentuhan kasih sayangnya itu.
Saat dia mengangkat wajahku, aku menundukkan kembali wajahku yang bersemu merah. Aku bisa mendengarkan suara detak jantung ayah berdegup kencang ketika matanya menyapu bersih seluruh lekuk-lekuk tubuhku yang tidak terlindung apapun. Ayah mengelus bibirku dan juga tiba-tiba memagutnya kembali dengan nafsu. Aku cuma bisa pasrah dibawah kenikmatan yang kurasakan ini. Bahkan aku mulai membalas pagutannya. Ayah kemudian menyeretku ke dalam pangkuannya di ranjang. Kami terus berciuman, sampai tangannya mulai bergerak mengelus ke daerah tubuhku yang sensitif.
Aku menjerit kecil saat kurasakan tangannya yang nakal menyentuh dan juga meremas-remas payudaraku. Sambil melumat bibirku, ayahku secara perlahan berusaha melepaskan pakaiannya. Aku menjerit kecil tertahan saat penis ayahku keluar dari balik celana dalamnya dan juga dalam keadaan sangat panjang dan juga ‘tegak’, baru kali ini aku melihat secara dekat penis seorang pria, bentuknya panjang mengeras dan juga dibagian ujung kepala penis ayah membesar dan juga berkilat-kilat seperti jamur. Belum sempat logikaku jalan, ayah sudah kembali memeluk dan juga mencumbuku kembali, kini kami bergumul dengan panasnya tanpa sehelai benang pun menempel pada tubuh kami.
Mataku terpejam sambil berteriak tertahan ketika ayah tiriku menciumi organ kewanitaanku. Ada rasa nikmat yang luar biasa yang kurasakan, hingga beberapa saat badanku menggelinjang tak kuasa menahan hentakan kenikmatan yang keluar dari sendi-sendi tubuhku. Sampai akhirnya aku merasakan ada benda panjang dan juga hangat menyeruak memasuki vaginaku. Saat itulah, aku mempersembahkan keperawanan, jiwa ragaku, kehormatan kepada ayah tiriku. Kami bersetubuh tanpa mempeduli waktu, terus berpacu dan juga berpacu melewati klimaks demi klimaks sampai hampir menjelang subuh. Badan kami lemas karena sudah merasakan klimaks berkali-kali sampai akhirnya kami roboh dan juga tidur berpelukan dalam satu ranjang dengan puas.
Terus terang saja pengalaman pertamaku berhubungan seks ini membawa kesan yang luar biasa dalam hidupku. Aku tidak merasakan kesakitan sama sekali karena ayahku tahu persis cara menjalankan permainan seks kami sebaik mungkin. Malam pertama itu, kami lewatkan dengan mengulang permainan seks sampai tiga kali. Saat tidak berdaya lagi, kami baru berhenti. Seminggu ditinggal oleh Ibu dan juga adik-adik membuat aku dan juga Ayah benar-benar menikmati petualangan seks kami.
Selama hampir setahun saya menjalin asmara diam-diam dengan ayah, Ibu pun mulai curiga. Apalagi ibu mengetahui jika sampai berusia 21 tahun aku masih belum mau punya pacar. Padahal aku ini terhitung cantik dan juga supel. Apalagi saat aku sudah menamatkan D-2 bahasa inggrisku, Ibu pun mendesakku untuk mencari pasangan hidup.
Saat diam-diam kudiskusikan hal itu pada Ayah, dia mendukungku menjalin hubungan dengan pria lain. Soalnya, Ayah sudah mulai mencium tanda kecurigaan pada mata Ibu melihat hubunganku dengan Ayah semakin dekat aja.
Maka ketika Agus, kakak kelasku yang paling gencar untuk mendekatiku. Kupikir apa salahnya jika aku membina hubungan dengannya. Apalagi wajahnya juga lumayan ganteng, postur tubuhnya juga atletis, dan juga otaknya pintar dan juga dia dari keluarga kaya raya. Bapaknya adalah seorang pengusaha agen bola yang sukses di kota kami Singkat cerita, aku kemudian serius untuk menjalin hubungan dengannya. Sementara itu, kisah asmaraku dengan Ayah masih berlanjut. Kali ini kami lebih banyak berhubungan di luar rumah. Terkadang kami janji untuk bertemu di hotel A ataupun B yang letaknya jauh dari tempat tinggalku.
Enam bulan berpacaran dengan Agus, keluarganya datang untuk melamarku. Aku pun menerima lamarannya dengan perasaan yang biasa-biasa saja. Terus terang perasaan cintaku sudah kepersembahkan kepada ayah tiriku. Aku menikah cuma untuk menutupi perselingkuhanku dengan ayah saja.
Untungnya, Agus ialah orang yang tidak mempermasalahkan keperawananku saat kami melewatkan malam pertama. Menghadapi permainan seks dari Agus yang tergolong pemula, aku tentu merasa tidak puas. Terkadang aku membayangkan tengah berhubungan badan dengan ayah yang macho dan juga berpengalaman. Akhirnya, aku pun tetap sering menelepon ayah untuk bertemu di luar rumah. Usianya yang sudah berkepala empat sudah mengetahui betul bentuk permainan seks yang bisa memberikan kepuasan kepada gadis muda seusiaku.
Bercinta dengan ayah, aku bisa mendapatkan klimaks berulang-ulang kali, hal yang tidak mungkin kudapatkan jika aku berhubungan badan dengan suamiku. Aku tahu perbuatanku itu adalah keliru. Tetapi aku tidak bisa menghapus sosok Ayah tiriku dari kehidupanku. Aku tidak tahu hingga kapan aku baru bisa menghentikan perselingkuhanku. Aku cuma seorang wanita yang menginginkan sebuah figur pria matang di sisiku.

No comments:

Post a Comment